Membincangkan sejarah peradaban manusia tiada akan habis dan lekang ditelan masa. Semakin dibincangkan akan semakin menarik dan justru akan semakin banyak memunculkan rasa keingintahuan(curiousity) untuk lebih mendalami, mengeklorasi dan tentu memaknai. Begitu pun dengan sejarah yang menyangkut keberadaan Atlantis, apalagi jika keberadaannya dikaitkan dengan keberadaan dan kejayaan Nusantara, negeri kita tercinta, tentu selalu menarik dan menumbuhkan keasyikan tersendiri dan rasa penasaran yang membuih.
Meski masih kontroversi, negeri bernama Atlantis sejak lama diperbincangkan dan telah menjadi wacana dan kajian banyak ahli dan pakar sejarah peradaban manusia sebagai sebuah negeri super power berperadaban nan adi luhung, menjadi mercusuar dan kini menjadi ikon sejarah peradaban masa lalu, yang selalu dikaji, diteliti dan dibuktikan keberadaannya.
Nama Atlantis sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Plato dalam buku “Timaeus dan Critias” yang ditulis pada tahun 347 sm. Disebutkan bahwa benua Atlantis adalah asal muasal peradaban manusia, yang telah memiliki kebudayaan dan peradaban yang tinggi dan merupakan bangsa superior dengan ilmu dan teknologi yang canggih. Lantas, diceritakan kemudian bahwa benua tersebut tenggelam selama ribuan tahun dikarenakan tertimpa berbagai bencana alam maha dahsyat, berupa letusan gunung berapi yang secara bersamaan meletus dan mencairnya lapisan Es. Pertanyaan yang menarik dan menjadi perdebatan para pakar kini adalah, dimanakah letak benua Atlantis itu?
Selama lebih dari 2000 tahun, cerita dan kisah tentang Atlantis telah menjadi dongeng dan selanjutnya sejak abad pertengahan(mid century) Atlantis–di kalangan para ilmuwan Barat–telah menjadi bahasan amat asyik dan menarik bagi para pakar dan sejarawan untuk diperbincangkan dan dikaji, utamanya tentang dimanakah letak Atlantis itu sesungguhnya. Berkembanglah spekulasi, dimana banyak dari mereka meyakini tentang keberadaan Atlantis yang sebenarnya. Beberapa menganggap bahwa Atlantis terletak di sekitaran Samudra Atlantis, beberapa beranggapan Atlantis terletak di benua Amerika hingga kawasan Timur-Tengah. Berbagai penelitian dilakukan untuk membuktikan semua itu, namun semua itu tidak ada yang memberi bukti dan telaah yang cukup meyakinkan, kebanyakan hanya perkiraan dan spekulasi.
Atlantis dan Sundaland.
Misteri keberadaan Atlantis terutama letak sesungguhnya dari benua tersebut banyak menghadirkan opini, spekulasi dan kajian ilmiah yang hingga sekarang masih menjadi perdebatan, bahkan ada yang menganggap keberadaan Atlantis hanyalah mitos belaka yang tidak layak untuk dipercaya dan dibuktikan. Namun, hal itu tidak menyurutkan minat para pakar dan sejarawan untuk terus mengkaji, meneliti dan membuktikan bahwa Atlantis itu pernah ada.
Beberapa tempat di muka bumi ini diduga merupakan tempat dimana Atlantis berada, dengan melihat keadaan tempat tersebut sebagaimana dilukiskan oleh Plato lebih dari 20 abad yang lalu. Namun, ternyata Samudra Atlantis tidaklah termasuk dimana lokasi Atlantis berada, sesuai dengan persyaratan yang dilukiskan oleh Plato. Yang menarik, beberapa peneliti dan pakar dewasa ini justru menganggap bahwaSundaland(Indonesia bagian barat hingga semenanjung Malaya dan Thailand) merupakan tempat dimana Atlantis berada.
Adalah Stephen Oppenheimer, seorang dokter ahli genetik yang banyak mempelajari sejarah peradaban yang pertama kali mengungkap Sundaland sebagai cikal bakal peradaban kuno. Dalam bukunya Eden in The East (1999), disebutkan bahwa Paparan Sunda(Sundaland) adalah cikal bakal peradaban masa lampau atau dalam bahasa agama sebagai taman Eden. Ia mengemukakan bahwa di wilayah Sundalandsudah terdapat peradaban yang menjadi leluhur peradaban Timur-Tengah 6.000 tahun silam. Dengan landasan argumentasi pada aspek-aspek etnografi, erkeologi, oseanologi, mitologi dan analisa DNA, Oppenheimer menyatakan bahwa munculnya peradaban di Mesopotamia, lembah Sungai Indus dan China justru dipicu oleh kedatangan para migran dari Asia Tenggara. Migrasi yang terjadi akibat datangnya banjir besar yang menyebabkan penduduk Sundaland bermigrasi ke barat yaitu Asia, Jepang serta pasifik.
Gagasan diaspora manusia dari kawasan Asia Tenggara oleh Oppeneimer direkontruksi dari peristiwa akhir zaman Es pada sekitar 20.000 tahun yang lalu. Saat itu permukaan laut berada pada ketinggian 150 meter di bawah permukaan laut dewasa ini. Kala itu kepulauan Indonesia bagian barat masih menyatu dengan benua Asia sebagai sebuah kawasan daratan amat luas yang disebut Paparan Sunda. Ketika perlahan-lahan bumi memanas, Es di kedua kutub bumi mencair sehingga permukaan air laut naik, akibatnya muncullah banjir sangat besar yang terjadi berulang. Akibatnya banjir tersebut menenggelamkan sebagian kawasan Paparan Sunda hingga terpisah-pisah menjadi pulau-pulau yang kini dikenal sebagai Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Bali. Saat itu Paparan Sunda sudah dihuni oleh manusia dalam jumlah besar, tatkala terjadi banjir besar terjadilah diaspora manusia ke belahan bumi lain. Oppenheimer berkeyakinan bahwa penduduk Malaysia, Sumatra, Jawa dan Kalimantan yang ada sekarang ini adalah keturunan dari penghuni Paparan Sunda yang tidak hijrah saat terjadinya banjir besar. Singkatnya, Oppenheimer hendak menyatakan bahwa persebaran manusia ke belahan dunia lain berasal dari kawasan Sundaland.
Selain buku Eden in the East (1999), ada satu buku lagi yang menguatkan keberadaan Atlantis di kawasan Nusantara. Adalah Prof. Arysio N. Dos Santos, seorang profesor ahli fisika nuklir juga membuat “gempar” dengan buku karangannya yang berjudulAtlantis The Lost Continent Finally Found, menyatakan dengan tegas bahwa keberadaan Atlantis yang hilang sejak kira-kira 11.600 tahun yang lalu ternyata di Indonesia.
Prof. Santos mengatakan bahwa Atlantis tidak pernah ditemukan selama ini karena dicari di tempat yang salah. Penelitian yang dilakukannya tentang kemungkinan lokasi Atlantis selama 29 tahun selama ini, membuktikan bahwa lokasi yang sesungguhnya adalah Indonesia. Atlantis musnah akibat terjadinya bencana nan amat dahsyat. Dalam bukunya Prof Santos menggambarkan lokasi Atlantis berada di ” the most vulcanic region in the world” atau daerah paling banyak memiliki gunung berapi. Sementara Indonesia adalah terletak pada posisi 3 lempeng tektonis yang saling menekan yang menimbulkan sederetan gunung api mulai dari Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara dan terus berlanjut ke utara hingga ke wilayah Pilipina yang merupakan bagian dari “Ring of Fire“.
Santos menyebutkan bahwa gunung utama yang pegang peranan penting dalam bencana alam dahsyat pada saat itu adalah
Bangga menjadi Indonesia. So What???
Hipotesis Oppenheimer dan Santos seperti yang disebutkan sebelumnya, jika benar, akan mematahkan kepercayaan yang telah lama dipahami dan diajarkan setiap anak bangsa ini sejak Sekolah Dasar, bahwa asal-usul atau nenek moyang bangsa Indonesia adalah berasal dari Yunan(Out of Yunan). Telah tertanam sejak lama di benak semua orang Indonesia bahwa leluhur bangsa Indonesia yang sekarang ini mendiami kepulauan Nusantara adalah bangsa pendatang yang bermigrasi dari wilayah Asia ke wilayah Asia bagian Selatan. (sumber)